Novel Santri Kalong, proses pembuatan cover di kerjakan oleh M. Su'ud, sisi klasik dari desain cover ini ditonjolkan dengan tujuan memunculkan nuansa desa di senja hari dengan seorang anak muda yang akan pergi dengan menggunakan sepeda. Secara umum cover novel ini membangkitkan kenangan pedesaan dengan gambaran seorang santri yang tak menginap di pesantren, melainkan pulang pergi setiap hendak mengaji.
Novel santri kalong sendiri isinya mengenai kisah bangsa Indonesia yang sedang berjuang membangun reformasi untuk rakyatnya yang telah berjuang dalam pergantian rezim. Bagi generasi muda Indonesia, buku ini sangat penting dan harus dibaca. Untuk mengenal dan mencari tahu penggalan sejarah rontoknya sebuah rezim, dan proses peralihannya, menjadi negara yang lebih demokratis. Kisah belum usai, bacalah novel Santri Kalong, ada banyak hal Baik bisa ditemukan di dalamnya. Untuk membaca Review lebih menarik bisa dibaca di Republika: Santri Kalong.
Selain Review di Republika.co.id di atas, bisa juga dibaca mengenai novel ini yang dipaparkan oleh penulisnya M. Shoim Haris dalam blog Kompasiana, sebagai berikut:
Novel religious atau
berlatarbelakang santri belum lama menyeruak dalam dunia sastra kita,
meskipun kehidupan santri tidaklah bisa dibilang baru. Dalam wacana ilmu
sosial telah lama mengkaji masyarakat
santri, tunjuklah C Gertz yang mendefiniskan masyarakat Jawa ke dalam
tiga kelompok; Santri, Priyayi dan Abangan. Kajian Gertz ini selanjutnya
banyak ditolak banyak kalangan ilmuwan sosial Indonesia. Definisi
seperti tersebut dianggapnya sudah kuno dan tak relevan lagi. Dalam
pemahaman lama, Santri seringkali dipersepsikan ‘udik’, ndeso,
pinggiran, jauh dari derap kemajuan zaman. KH Sholahuddin Wahid pengasuh
pesantren Tebuireng Jombang– cucu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari–
mengatakan, “Santri hari ini tidak bisa dipersepsikan masyarakat
pinggiran, dan budayanya sekarang telah masuk dalam mainstream budaya
nasional. Novel atau film santri sekarang sudah digemari masyarakat,
masuk sebagai best seller atau box office. Kaum
santri juga telah mengalami mobilitas vertical yang cukup deras dalam
struktur masyarakat Indonesia. Santri yang di pinggiran pelan-pelan
menuju ke tengah dalam pusat struktur sosial.
Novel Santri Kalong
karya aktivis pergerakan M Shoim Haris ini hendak merekam sebuah
fenomena sosial yang melingkupi dunia santri. Shoim hendak mengatakan
bahwa Santri di republik ini mempunyai kontribusi bagi setiap perubahan
bangsa dan umat di nusantara. Novel Santri kalong merupakan buku kedua
dari serial Santri dan Perubahan. Buku pertama, Gadis Penghafal Ayat
yang telah terbit di pertengahan tahun 2012. Dalam buku pertama, Gadis
Penghafal Ayat, memotret suasana kebatinan bangsa Indonesia menjelang
kejatuhan Orde Baru. Seorang gadis penghal al-Qur’an yang diinspirasi
nukilan sebuah kitab kuning ‘al-Hikam’ berbunyi ‘ wushuluka ilallah
wushuluka ilal ilmi’ (sampaimu pada Allah adalah sampaimu pada ilmu).
Nukilan itu menghentakkan pikirannya untuk bersemangat mengejar ilmu
pengetahuan di manapun berada. Perkenalannya dengan seorang wartawan,
Anto telah menghantarkannya menjadi seorang aktivis pergerakan 98 yang
akhirnya menumbangkan Orde Baru. Novel pertama berakhir saat Lai
mengetahui Presiden Suharto lengser dan digantikan Wakil Presiden
Habibie. Lai sujud syukur di dalam ruangan asing tempatnya diisolasi
(diculik).
Kalau dalam novel Gadis penghafal Ayat penuturnya
adalah Lai gadis penghafal ayat, sedangkan dalam Santri Kalong
penuturnya adalah Anto wartawan yang dicintai Lai. Anto adalah anak dari
keluarga miskin yang bercita-cita menjadi santri tulen, dengan bermukim
di pondok pesantren. Karena kemiskinan keluarganya ia hanya mampu
menjadi santri kalong (santri yang tak menginap di pesantren). Karena
pershabatannya dengan santri mukim bernama Rohman, ia terus memupuk asa
memperjuangkan kehidupan yang perih. Dengan bekal kesungguhan dan
kecerdasannya ia bisa melalui kesulitan dan lulus di sebuah perguruan
tinggi, dan menghantarkannya menjadi wartawan. Pergaulannya dengan dosen
kritis membuatnya sadar tentang keadaan negerinya. Ia mulai menggeluti
persoalan kemasyarakatan dan pergerakan. Dunia yang akhirnya
menjebloskannya berhadapan dengan aparat yang kejam saat itu. Anto
menjalani penculikan seperti yang dialami Lai perempuan yang
dicintainya.
Novel berlatar santri
ini ber beda dengan novel religi yang sekarang bertebaran di toko buku.
Shoim yang seorang aktivis pergerakan hendak menyampaikan sebuah
perjalan bangsa Indonesia melalui era reformasi. Novel ini menjadi
berbeda dan unik karena bukan hanya sebuah cerita yang dibalut plot yang
menarik tetapi kaya dengan perdebatan seputar wacana keagamaan, sosial,
filsafat dan pergerakan. Agaknya shoim sedang merintis genre baru dalam
penulisan novel di Indonesia yang mengkonsentrasikan penulisan sastra
pemikiran dan pergerakan.
Novel
ini mendapatkan respon yang positif dari banyak kalangan, sebagai novel
yang memperkaya kazanah pemikiran dan pergerakan di Indonesia. Tentu
novel seperti ini akan bernilai bagi generasi sekarang yang tidak
mengalami era 98 ataupun sebagai informasi bagi generasi mendatang.
Shoim tidak hanya memotret persitiwa dalam sebuah perubahan tetapi juga
berusaha menggali pergulatan pemikiran yang melatarbelakangi sebuah
perubahan negeri ini.
(Lensa Indonesia)
No comments:
Post a Comment